SARANG yang KOSONG

Namaku George Thomas. Aku adalah seorang pendeta di sebuah kota kecil, yaitu New England.

Suatu hari, pada hari Paskah, aku bersiap memimpin kebaktian di suatu tempat yang agak jauh dari kota.

Saat kotbah tiba, aku membawa sebuah sarang burung kosong yang sudah reyot, kotor, tak terurus, dan menempatkannya dekat mimbar. Alis umat terangkat dan benak mereka bertanya – tanya.

Aku mulai menjelaskan asal sarang burung tersebut. Bahwa dalam perjalananku ke sini, aku bertemu  seorang anak kecil yang melenggang sambil mengayun – ayunkan sarang burung ini. Di dalamnya terdapat 3 ekor anak burung liar yang meringkuk kedinginan dan ketakutan. Aku berhenti dan bertanya kepada anak tersebut, “Apa yang kamu bawa, anakku?” Anak itu menjawab, “Ah, hanya burung – burung kecil.”

Lalu aku bertanya lagi, “Apa yang akan kamu lakukan terhadap burung – burung kecil itu?” Anak itu menjawab, “Akan ku bawa pulang dan ku jadikan mainan. Aku suka mencabuti bulunya. Pasti mereka akan ribut kesakitan!”

Aku berkata kepada anak itu, “Tapi itu kan hanya sebentar. Burungnya kecil, pasti bulunya cepat habis. Lalu mau kamu apakan lagi?” Anak itu menjawab, “Aku punya 2 ekor kucing di rumah. Mereka sangat suka makan burung. Apalagi burung kecil begini. Lucu kan melihat burung – burung yang sudah tidak berbulu mencoba menghindar dari kucing. Tapi pasti kucingku akan dapat memakan mereka dengan mudah. Pasti akan ramai dan menyenangkan”

Mendengar penjelasannya, aku terdiam sesaat. Lalu aku bertanya lagi pada anak itu, “Anakku, bolehkah aku membeli burung – burung itu?” Anak tersebut menatapku dengan tercengang, lalu menjawabnya, “Bapak jangan bercanda. Siapa yang mau burung liar begini?” Tanpa menggubris pertanyaannya, aku berkata, “Berapa?” Dengan bingung, anak itu berkata lagi, “Bapak, burung ini liar, tidak dapat bernyanyi, tidak indah. Ini burung biasa, tidak ada istimewanya. Apa menariknya untuk Bapak?”

 Aku tetap bertanya, “Berapa kamu akan jual burung itu?” Si anak memandangku tajam, lalu sambil tersenyum menantang dan berkata, “Sepuluh dollar?” Aku mengulurkan uang sepuluh dolar kepadanya. Ia lalu meninggalkan sarang burungnya dan segera menghilang sambil berteriak – teriak kegirangan. Lalu aku melanjutkan perjalananku  ke sini.

Sesampai di suatu tempat yang agak rimbun, banyak pohon dan perdu, aku berhenti dan melepaskan ketiga anak burung tadi. Nah, sampai di sini jelas sudah hal ikhwal sarang burung yang aku letakkan di atas mimbar ini.

Aku melanjutkan kotbahku.
Suatu hari Setan dan Yesus mengobrol berdua. Setan baru saja dari bumi. Dengan menyombongkan diri, ia berkata, “Yesus, aku baru saja menguasai dunia yang penuh dengan manusia. Aku sudah menyiapkan berbagai bujukan bagi mereka. Pasti mereka tidak akan dapat menghindar. Mereka akan termakan segala tipu dayaku.”

Tanya Yesus kepadanya, “Akan kau apakan mereka?” Setan menjawab, “Pokoknya aku akan menikmati semuanya. Aku akan membujuk mereka supaya kawin cerai, saling selingkuh, membenci, menyakiti, dan membunuh. Aku akan mendorong mereka menjadi pemabuk, perokok, dan penghujat. Aku akan membantu mereka menemukan dan merakit bom agar mereka lebih mudah untuk saling menghancurkan.”

“Kalau sudah begitu, apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Yesus dengan sabar. Setan menjawab, “Aku akan membinasakan mereka!”

Mendengar itu, Yesus bertanya, “Berapa harga yang kamu minta untuk menebus mereka?” Setan menjawab, “Jangan bercanda. Engkau tidak akan suka mereka! Mereka itu tidak baik. Mengapa Engkau tertarik dengan mereka ? Aku yakin mereka akan membenci-Mu. Mereka akan meludahi, menghina, dan membunuh-Mu! Yakinlah, Engkau tidak akan tertarik dengan mereka.”

Yesus mendesak, “Berapa?” Setan menatap Yesus tajam lalu berkata sinis, “Murah. Hanya cukup air mata dan darah-Mu.”

Dan Yesuspun membayarnya tunai.

I Korintus 6:20 “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar; karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
sumber : FaceBook - Sa Ti Re
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah berkunjung... TYM